Sebagai orang yang lahir dan besar di desa, maka suasana desa yang asri dan sejuk selaku dirindukan Ketua Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Jawa Barat Saepuloh (40).
Maklum Saepuloh lahir dan besar di Kp. Bugel Girang, Desa Neglasari, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung. “Apalagi sekitar tahun 1980-an desa-desa di Banjaran masih banyak areal sawah. Kalau sekarang sih sudah banyak pabrik dan perumahan yang berdiri di Banjaran,” kata Saepuloh saat dihubungi, Kamis, 15 April 2021.
Untuk menghabiskan waktu selama berpuasa saat masih anak-anak, Saepuloh dan teman-temannya juga bermain di sawah lalu bila sekujur badan kotor langsung menuju ke Sungai Ciherang.
“Di Sungai Ciherang ada pintu air yang airnya mengalir dari atas ke bawah sehingga seperti air terjun yang dikenal sebagai Hantap. Saya suka berenang dan mandi di Sungai Ciherang yang airnya masih bersih,” tuturnya.
Karena mandi di siang hari yang terik sehingga terasa segar. “Namanya anak-anak malah sengaja berenang dan ada air yang masuk ke kerongkongan, padahal sedang berpuasa. Sambil menyelam minum air agar puasanya kuat sampai Magrib,” katanya tertawa.
Lalu Puasa Lagi Sampai Buka Setelah puas berenang langsung berjalan kaki pulang ke rumah dengan menyusuri Jln. Raya Banjaran-Kiangroke. “Biasanya sebelum pulang ke rumah menjemur dulu celana atau baju yang basah di bantaran sungai. Kalau pakaian sudah kering baru pulang ke rumah sebab takut dimarahi orang tua kalau pulang dengan pakaian masih basah,” ujarnya.
Ngabuburit lain yang dilakukan Saepuloh kecil adalah dengan setiap sore suka memungut buah-buahan yang jatuh dari pohon. “Saya dengan kakak mencari buah-buahan yang jatuh dari pohon. Tujuannya agar nanti pas buka puasa bisa dimakan sebagai penambah vitamin,” ucap mantan Ketua Unit Pengumpul Zakat Kecamatan Banjaran ini.
Setelah capek berkeliling pohon buah milik sendiri maupun tetangga lalu dibawa ke meja makan ternyata buahnya sudah busuk.”Dalam hati ini sudah membayangkan pasti segar nih makan buah-buahan. Eh ternyata setelah buahnya dibuka sudah busuk,” ujarnya.
Dilakukan Meski buah yang dikumpulkan sebagian besar sudah busuk, namun tetap saja Saepul dan kakaknya mengumpulkan buah-buahan keesokan harinya. “Namanya juga buah jatuh dari pohon pasti hanya sedikit bagian yang bisa dimakan. Tapi namanya anak-anak tetap saja dikumpulkan,” ujarnya tersenyum.
Pria peraih gelar doktor ilmu sosial dari Universitas Merdeka Malang ini juga teringat dengan kebiasaan ngabuburit lainnya yakni duduk di depan layar televisi saat menjelang azan magrib. “Biasanya setengah jam menjelang azan magrib sudah siap di depan layar televisi. Kalau dulu cuma ada beberapa stasiun televisi sehingga kalau bosan satu acara pindah ke acara lain,” katanya.
Bahkan, Saepuloh juga membawa semangkuk kolek saat menonton televisi. “Jadi ketika acara televisi menayangkan azan magrib langsung makan kolek,” kata mantan guru honorer SD ini.***
Artikel ini telah tayang di https://jurnalsoreang.pikiran-rakyat.com/khazanah/pr-1011780444/pengalaman-puasa-ketua-pergunu-jabar-sambil-menyelam-minum-air-agar-kuat-puasa-sampai-magrib?page=all